Senin, 04 Oktober 2010

Cukup Kompetisi dan Pembinaan, Titik!

Andibachtiar Yusuf
Andibachtiar Yusuf

“Jadi kamu setuju pada gagasan Liga Tandingan?” tanya Arista pada saya. Malam itu kami baru saja menyaksikan laga uji coba Tim Nasional Indonesia melawan tim liga Divisi Utama, Pro Titan. “Iya dong!” jawab saya tegas. “Jika 5 tim utama liga di Indonesia bergabung di liga tandingan ini, apapun liga yang dibuat oleh PSSI bisa kehilangan penonton,” maka saya sebutlah 5 tim utama yang saya maksud itu, 5 tim yang tanpa saya sadari kemudian hampir seluruhnya berada di Pulau Jawa.

Tentu saya tidak bermaksud mengabaikan fanatisme dan antusiasme Sepakbola yang bergelora di luar Pulau Jawa, tapi harus diakui mayoritas tim di pulau ini adalah tim dengan basis supporter yang besar, berfanatisme tinggi dan secara sejarah pada umumnya sangat kuat. “Nanti mereka gak bisa ikutan Liga Champions Asia dong,” sambar Arista tentang salah satu aturan organisasi Sepakbola Asia atau dunia yang hanya mengakui kompetisi yang dioperatori oleh federasi Sepakbola resmi di negara yang bersangkutan.

“Biar saja, juara Liga kita pas maen lawan mereka juga cuma buat kalah 0-9 dan babak belur aja kok,” tukas saya cepat, saya pikir kita memang sudah saatnya “menyepi” dulu daripada terus malu-maluin di kancah internasional.

Hari itu saya tidak menyadari bahwa gagasan liga tandingan benar-benar sudah menguat. Adalah Arifin Panigoro dan seluruh kerabatnya yang sedang bersiap melahirkan sebuah gagasan yang tak hanya akan menjadi sebuah sejarah baru bagi Sepakbola Indonesia, tapi juga dunia.

Sekali lagi kita akan mencetak sejarah baru di dunia ini jika kompetisi ini benar-benar dijalankan setelah 16 tahun lalu kita melahirkan Liga dengan kontestan terbesar di dunia saat Liga Indonesia pertama kali dijalankan. Liga tandingan yang kini disebut sebagai Liga Primer Indonesia (LPI) akan dijalankan oleh sebuah organisasi yang tidak diakui oleh FIFA.

Apakah saya antipati pada LPI? Ah….tentu saja tidak, toh saya setuju pada gagasan liga tandingan agar liga antar pemda yang dijalankan oleh PSSI bersama operatornya Badan Liga Indonesia (BLI) itu bisa segera berbenah. Saya hanya berpikir, apa benar peserta LPI ini betul-betul berkeinginan membangun Sepakbola nasional sekaligus mencetak bibit-bibit dan bakat terbaik? Saya kok ragu, karena selama peserta adalah tim-tim pemda dengan segala pengurusnya yang juga pejabat Pegawai Negeri Sipil itu, saya kok tidak percaya bahwa prestasi sebenarnya adalah target besar mereka.

Saya kok yakin bahwa janji uang berlimpah dari penyelenggara LPI adalah pemicu yang membuat banyak klub-klub besar berkumpul di Jalan Jenggala dan “menandatangani” nota untuk ikut. “Setidaknya klub akan mendapatkan 20 miliar di musim pertamanya,” demikian salah satu klaim dari pihak penyelenggara. Angka yang tentu cukup besar dibanding janji 0 yang biasa disampaikan PSSI. Maka lupalah mereka pada esensi utama Sepakbola……pembinaan.

Arifin Panigoro dan LPI (adwi/Soccer)

Di dunia maupun akhirat level apapun, tak ada sebuah cabang olahraga bisa berprestasi tapi jenjang pembinaan dan kompetisi yang benar. Tak ada yang namanya prestasi turun hanya karena uang semata, tak ada juga juara datang dari langit. Kita selalu dibuai berita oleh media kita bahwa tim-tim dari jazirah Arab selalu dibekali uang yang melimpah, seolah para Sheikh itu sama sekali tidak melakukan pembinaan yang benar di negara mereka. Sepakbola mereka pada masanya mungkin memang bukan professional, tapi dijalankan oleh para penguasa daerah…..tapi titik tolaknya jelas, pembinaan!

“Jika ada liga tandingan, maka pesertanya harus berbentuk perusahaan swasta penuh, harus mandiri! Ia juga harus punya sistem pembinaan yang jelas dan jika perlu punya Stadion sendiri,” saya meralat ucapan saya pada Arista sahabat saya itu, lelaki asli Indonesia yang sama seperti saya sangat mencintai Sepakbola negaranya yang sangat kancut meong ini.

Tim-tim itu harus mampu menemukan pemain di usia 11 tahun, bukan comot sana sini dari lapangan-lapangan tarkam di berbagai daerah. Tak ada satupun pemain hebat di dunia ini, tidak juga Bebe yang konon berasal dari jalan dan kini sedang menjadi pembelian terburuk dalam sejarah manajerial Sir Alex Ferguson. “Pemain yang tak pantas bermain di Manchester United level apapun,” tegas Ole Gunnar Solksjaer, legenda MU yang sebenarnya juga berasal dari pemain "tak dikenal" saat datang ke Old Trafford.

Pembinaan akan membentuk mental pemain, lewat cara yang sama juga pemahaman skema, taktik serta intelegensia pemain akan dilatih. Tak ada yang instan di dunia ini, tak ada sukses yang bisa didapat hanya karena sebuah kayuhan. Sepakbola Indonesia pun tak akan mendadak lolos ke Piala Dunia 2022 hanya karena LPI….kita hanya bisa kesana setelah pembibitan dan pembinaan serta kompetisi yang benar itu dilakukan bersama……plus profesionalisme yang sesungguhnya, bukan hanya pada saat bagi-bagi duit belaka.

Andibachtiar Yusuf
Filmmaker & Football Reverend




Silakan KliK Iklan Di Dalam Banner Di Bawah Ini untuk berlangsunya blog ini...terimakasih...klik anda sangat berarti bagi kami
Terimakasih

0 komentar:

Posting Komentar