Sabtu, 19 Februari 2011

Interview Eksklusif Roman Chmelo

Interview Eksklusif Roman Chmelo
Siapa yang tak kenal sosok midfielder berdeterminasi tinggi ini? Namun dibalik effort kerasnya di atas lapangan hijau, siapa sangka jika Roman adalah pribadi yang ramah dan bersahaja.


Closer. Roman blak-blakan ngobrol bersama Ongisnade.

Week-end seringkali menjadi kesempatan untuk melepas penat dan kejenuhan setelah seminggu beraktivitas. Bagi Roman Chmelo yang ditemui di Klub Bunga kala break latihan. dia menyatakan bahwa, “We have a very beautiful weekend here, thanks to Ibu Livi.” Roman juga berterimakasih pada pihak hotel yang telah menyediakan ruangan khusus dimana Ongisnade dan Roman bisa ngobrol santai tanpa terganggu.

Penasaran apa yang dilakukan Roman di waktu senggangnya? Simak bincang-bincang akrab pada (13/2) malam, antara reporter Ongisnade, Intan Brahmanti (O) bersama Roman Chmelo (R) yang diabadikan oleh fotografer Adi Kusumajaya.

O: “Apa film favorit Anda?”

R: “Hmm..banyak. Saya suka (nonton) film. Tapi kalau favorit, saya suka Pulp Fiction (John Travolta) dan The Matrix (Keanu Reeves). Terutama The Matrix I. Bukannya yang ke-2 dan ke-3 jelek, sih. Tapi menurut saya, yang pertama tetap lebih bagus.”

O: “Red pill atau blue pill?” (tentang pilihan Neo dalam The Matrix I)

R: “Saya nggak mau minum pil.” (tertawa)

O: “Hmm, kalau aktris paling seksi menurut Anda? Megan Fox?”

R: (mengerutkan kening) “Megan Fox tidak natural. Dia cantik, tapi kurang bagus aktingnya. Saya suka Sharon Stone dan Michelle Pfeifer.”

O: “Yang benar? Bukannya agak terlalu..tua?”

R: “Tidak juga. Mereka hebat. Tidak cuma cantik, tapi juga sangat berbakat. Aktris-aktris sekarang lebih mengutamakan fisik daripada talent, dan yah..saya kurang suka (aktris) yang seperti itu.”

O: “Kalau musik? Punya artis atau penyanyi favorit?”

R: “Hmm, selera saya oldies, sih. Saya suka penyanyi-penyanyi dari era ’60-an sampai ’80-an. Musiknya bagus dan bisa dinikmati, seperti Barry White, Bee Gees, Elton John, dan AC/DC. Saya suka sekali AC/DC!”


Head-Banger! Roman ternyata nge-fans grup rock AC/DC.

AC/DC adalah grup rock era tahun ’70-an asal Australia yang baru-baru ini mengadakan konser nostalgia untuk seluruh penggemarnya berkaitan dengan lagu-lagu mereka yang didapuk menjadi original soundtrack film Ironman 2, hasil kerjasama dari Paramount Pictures dan Marvel Comics. Ongisnade penasaran kenapa Roman sangat menyukai grup rock yang para personelnya sudah tak muda lagi ini.

O: “Kenapa Anda sangat menyukai AC/DC?”

R: “Mereka hebat!” (tertawa). “Saya punya DVD konser terbaru mereka, dan ya ampun, mereka masih full perform di panggung selama 2 jam lebih. Padahal umur mereka sudah 60 tahun-an semua, tapi masih bisa seperti itu. Saya tidak tahu apa saya juga akan seperti itu kalau sudah berumur 60-an nanti, hahaha.”

Bicara soal kesukaannya pada musik jadul, Roman bercerita bahwa pada liburannya ke Slovakia lalu, dia mengunjungi sebuah club yang khusus menyajikan lagu-lagu lama. Dia bertutur bahwa suasananya sangat nyaman, dimana dia bisa menonton video klip lagu-lagu nostalgia ini lewat 4 layar super besar. Roman berharap di Indonesia ada tempat seperti ini, karena dia sangat menyukainya.

Bagaimana dengan makanan? Kali ini Ongisnade menanyakan makanan khas Indonesia teraneh yang pernah dicicipi Roman.

R: “Saya tidak tahu namanya, tapi rupanya memang aneh. Seperti makanan sisa. Tapi rasanya enak sekali.” (tertawa).

O: “Kalau makanan kesukaan?”

R: “Rawon nomor satu! Eh, bukan, rawon nomor dua. Nomor satunya bakso,” katanya mengoreksi sambil menyebut salah satu waralaba bakso lokal Malang. “Saya harus amat menjaga pola makan. Karena kalau makan terlalu banyak, saya tidak kuat lari atau latihan, hahaha. Sayang, karena disini ada banyak makanan enak yang harus dicicipi.”

O: “Jadi apa Anda melakoni diet khusus?”

R: “Tidak juga, cuma tidak boleh terlalu banyak makan. Dia yang tiap hari memasak untuk saya, dan masakannya fantastis. Enak terus” tambah Roman sambil menunjuk Monika, sang pujaan hati yang menemaninya tinggal di Indonesia selama ini.


Liburan bersama sang pujaan hati.

Ingin selalu fit seperti Roman? Rajin berolahraga dan menjaga pola makan, itu dia resepnya.

Past, Present & Future

Disinggung tentang mengapa dia memilih kawasan Asia Tenggara untuk berkarir, Roman menjawab bahwa sejak bergabung di Selangor PKNS, dia merasa nyaman di Asia Tenggara. “Saya mulai kenal budayanya, orang – orangnya, semuanya. Saya suka disini (Asia Tenggara). Lalu datang tawaran untuk main di Arema, dan disinilah saya.”


Passionate Player. Gaya selebrasi gol khas Roman Chmelo.

Perjalanan Roman Chmelo di Arema tak bisa dibilang mudah. Sejak era pelatih Gusnul Yakin dan Robert Alberts, Roman menemui jalan berliku. Hanya keteguhan hati serta kecintaannya pada sepakbola dan Aremania, serta Arema Indonesia yang membuatnya bertahan.

Hal ini ditegaskan Roman bahwa sepak bola dan Arema Indonesia adalah hal yang dia lakukan penuh dengan komitmen demi diri sendiri, klub dan para suporter. Karena itu, Ongisnade tergelitik untuk menanyakan pengalaman apa yang paling mengejutkan yang pernah dialaminya selama bergabung di Arema Indonesia.

R: “Yang menyenangkan atau yang menjengkelkan?”

O: “Dua-duanya. Yang menyenangkan dulu.”

R: “Yang menyenangkan, waktu pertandingan, saya melihat ada Aremania yang membawa spanduk besar bertuliskan kata-kata dukungan untuk saya, ditulis dalam bahasa Slovakia…

“Itu sangat membuat saya terharu sekaligus bersemangat untuk bermain sebaik-baiknya. Dukungan seperti itu sangat berarti bagi saya, karena membuat saya merasa mungkin melakukan apapun (yang terbaik).”


“Bukan hanya untuk saya atau klub, tapi bagi semua supporter. Kalau yang menjengkelkan, waktu Arema main di Jakarta (Stadion Gelora Bung Karno, pertandingan melawan Persija –Red). Begitu wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir, massa masuk ke lapangan dan mengerubungi saya. Ada yang menarik baju dan celana segala. Saya sangat ketakutan karena begitu banyaknya orang yang mengerumuni dan menarik-narik saya. Sebenarnya, saya mau diajak berfoto bersama atau semacamnya, hanya tolong jangan keroyok saya seperti itu sih, hahaha.”

O: “Jadi, apa ekspektasi Anda untuk Aremania? Selain jangan mengeroyok Anda lagi, tentunya.”


Suka Bercanda. Roman yang garang di lapangan ternyata juga hobi guyon.

R: (tertawa) “Tetap dukung saya, dan Arema. Dukungan Aremania sangat berarti bagi kami semua, dan terutama saya. Karena saat turun ke lapangan, tidak ada hal lain lagi yang lebih berarti selain memberikan permainan terbaik.”

“Kalah-menang itu wajar, tapi main bagus soal lain. Meskipun kalah tetapi ketika kita memberikan yang terbaik, mereka (Aremania) pasti melihat dan tetap akan memberikan dukungannya.”

Sampai disini Roman menyinggung tentang arti supporter dalam perbincangannya dengan Roman Golian atau Golo, kompatriotnya. Simak saran Roman untuk Golian di sini.

Nah, Aremania, tidakkah dukungan dan slogan-slogan positif pasti amat dihargai? Sudah waktunya kata-kata yang kurang santun dan perilaku negatif supporter digantikan dengan hal-hal positif yang pastinya akan berdampak lebih baik, tak hanya bagi pemain, tapi juga bagi semua orang.

Bincang-bincang akrab ini pun berlanjut di tengah hawa dingin kota Batu yang malam itu tertutupi hangatnya suasana obrolan kami.

O: “Misalnya Anda orang paling hebat di seluruh alam semesta dan ingin membentuk dream team sepak bola menurut versi Anda sendiri, kira-kira siapa yang akan Anda masukkan sebagai anggotanya?”

R: “Siapa saja?”

O: “Benar, siapa saja. Boleh yang sudah almarhum atau yang masih hidup, pemain lama atau baru.”

R: (berpikir sebentar) “Oke, mulai dari penjaga gawang. Saya pasti pilih (Edwin) Van Der Saar. Untuk pemain belakang saya pilih (Moraes) Cafu, Fernando Hierro atau Joseph ‘Pep’ Guardiola dan Roberto Carlos. Saya suka sekali Carlos. Untuk midfielder, saya mau Xavi Hernandez) dan Claude Makalele. Winger saya pilih Figo dan Messi. Sedangkan untuk penyerang, saya mau Pele, dan Ronaldo.”

O: “Untuk cadangan?”

R: “Sir Bobby Charlton dan Johan Cruijff, hahaha. Saya tipe orang yang harus melihat dulu baru percaya. Dari apa yang saya baca, Bobby Charlton pemain hebat. Tapi saya tetap harus lihat dulu permainannya secara langsung, kan.”


Hangat. Obrolan akrab membuat hawa dingin Batu jadi terasa hangat.

O: “Sepertinya Anda punya bakat jadi untuk pelatih, suatu hari nanti.”

R: “Semoga. Saya cinta sekali sepak bola.”

O: “Ngomong-ngomong tentang masa depan, apa bayangan Anda tentang seorang Roman Chmelo sepuluh tahun lagi? Tinggal di rumah mungil yang indah, ada dua anak kecil, atau jadi selebriti sepak bola dan naik Lambhorgini?”

R: “Jujur, saya tidak tahu (sambil tertawa). Tapi yang jelas, saya ingin masih tetap bergelut dalam dunia sepak bola professional. Entah sebagai pelatih, manajer, apapun. Saya hanya ingin melakukan yang terbaik, terutama sepakbola, karena itulah yang penting bagi saya. Saya berpendapat bahwa seseorang harus tahu apa yang benar-benar berarti dalam hidup. Kita harus punya wawasan dan berpikir seksama, melakukan segalanya dengan penuh kesungguhan, dan memiliki visi. Tidak ada yang sia-sia untuk hal seperti itu, dan yang paling penting, mengetahui apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup ini.”


Great Personality. Roman Chmelo, bukan sekedar pilar Singo Edan.

Setelah lebih dari dua jam, akhirnya obrolan yang diselingi tawa dan canda dari seorang yang diidolakan oleh puluhan ribu Aremania dan Aremanita itu pun selesai. Itulah Roman Chmelo, tak hanya seorang pesepakbola, tak sekedar pemain tengah serba bisa atau goal-getter, tapi seorang pria bersahaja yang darinya kita bisa memetik banyak pelajaran berharga. Masih ragu untuk mengidolakannya? (onn/inb/bar)


silakan berkomentar di fb koment...apabila tulisanya tidak jelas langsung di block tulisanya atau ctrl + a Terimakasih

0 komentar:

Posting Komentar