Minggu, 10 Juli 2011

Yayasan Arema Hanya Satu

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ3-gxCggNrFIM6gZUcr0JhF7uhUla4nbs9R4iCZZgB3h8-81j5d1PqT6T4CBEBhu4QLcwttMoD8nBVY0FUJ0JUlDebLSET31MYLyCbVf74wv3q4pWIyGhQ7iV-q3YV6wL28GZRPjr4mHb/s1600/arema_since_1987_by_aremanvin.jpg

MALANG - Kongres PSSI usai dan telah memilih pemimpin baru. Yakni duet Djohar Arifin Husin dan Farid Rahman. Namun untuk persoalan di Arema belum ada titik temu. Semua pihak masih menunggu kejelasan nasib Arema yang disebut-sebut telah memiliki dua kepengurusan berbeda.
Setidaknya dari pengakuan Komite Normalisasi beberapa waktu lalu, ada dua kepengurusan berbeda yang masing-masing mengirim delegasi untuk menghadiri Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Solo, Sabtu (9/7) kemarin.
Benarkah, Arema kini telah memiliki dua kepengurusan? Hingga saat ini belum terbukti secara legal formal tim berjuluk Singo Edan ini terbagi dua. Meski sudah muncul tanda-tanda bakal ada dua Yayasan berbeda untuk mengelola Arema.
Pertama Yayasan Arema dibawah kendali Rendra Kresna dan Iwan Kurniawan sebagai Pembina bersama Bambang Winarno selaku Pengawas Yayasan. Satu lagi Eddy Rumpoko sebagai ketua Dewan Pembina Yayasan bersama Lucky Acub Zaenal.
Penempatan duet Eddy dan Lucky sebagai Pembina Yayasan itu, seperti keterangan Andi Darussalam Tabusalla beberapa waktu lalu. Putusan ini berdasarkan hasil rapat Pendiri dengan Ketua Yayasan yang lama, Muhammad Nur. Sekalipun Eddy Rumpoko tidak mau disebut sebagai pembina, sebelum ada kejelasan seputar legaltias formal.
Andi yang sebelumnya sempat dipercaya sebagai Pembina Yayasan meski tanpa lgalitas formal menyebutkan, Ketua Yayasan Arema nantinya adalah Said Amin, salah seorang pengusaha asal Kalimantan yang ikut menjadi investor Arema.
’’Kalau berdasarkan Undang-Undang Yayasan yang baru, Pembina Yayasan yang bisa merubah pengurus yayasan itu,’’ ungkap Eko Handoko Widjaja, SH. M.Hum, notaris yang membuat akta Yayasan Arema tahun 2005 lalu.
’’Kalau pendiri itu tidak ada wewenang. Prinsipnya, pendiri setelah yayasan itu lahir atau terbentuk, sudah putus hubungannya. Kecuali dia duduk sebagai pembina atau sebagai pengurus dalam yayasan yang dibentuk,’’ sambung notaris yang memegang akta nomer 146 untuk perubahan Yayasan Arema saat dikelola Bentoel. Ketika itu pula Eko Handoko menunjukkan berkas-berkas akta yayasan yang tetap dia simpan.
Kalau pendiri bisa merubah, menurut Eko Handoko, itu adalah aturan lama, dimana Yayasan belum mendapat standarisasi dari Departemen Kehakiman. Sehingga diakuinya, untuk standar akta yang lama, notaris bebas membuat sendiri-sendiri.
’’Kadang-kadang pendiri ditambahkan pasal tertentu, bahwa pendiri itu diberi keistimewaan tertentu. Misalkan kalau mau angkat pengurus harus persetujuan pendiri, atau mau jual akta harus persetujuan pendiri. Tapi itu yang lama, kalau sekarang sudah tidak bisa,’’ jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, dalam akta Yayasan Arema yang dipegangnya, tidak tercantum nama pendiri dalam struktur kepengurusnya. Sehingga bisa dipastikannya, pendiri tidak punya wewenang dalam Yayasan Arema.
’’Tidak tahu apa setelah ini ada perubahan lagi,’’ sebut Eko Handoko yang mengaku sudah tak ikut merubah akta Yayasan Arema saat dilepas oleh Bentoel tahun 2009 lalu.
Sementara itu, terkait kemungkinan adanya yayasan baru, notaris yang berkantor di jalan Kawi ini menyebutkan, tidak mungkin lagi saat ini ada nama yayasan yang sama dengan Yayasan Arema sebelumnya. Menurut Eko Handoko, untuk kasus nama yang sama akan melalui sidang di Departemen Kehakiman.
’’Kalau ada yayasan lagi, bukan yayasan yang dulu. Itu yayasan baru. Meskipun namanya sama dan pendirinya kebetulan sama dengan yang dulu, tapi tidak bisa yayasannya sama. Ya, kalau mendirikan yang baru, itu sudah yayasan yang lain,’’ yakin Eko Handoko.
’’Terus misalkan bisa berjuang membuat namanya sama, itu juga tidak ada gunanya. Karena itu tetap bukan yayasan yang ada sekarang,’’ sambung notaris yang memastikan bahwa proses pendirian yayasan baru ini tidaklah sulit dan tidak lama, karena diperkirakan satu bulan sudah selesai.
Namun terlepas itu, Eko Handoko berharap konflik yang terjadi di kepengurusan Arema ini tidak terus berlanjut. Khususnya menyangkut rencana pendirian Yayasan Arema yang baru, diharapkannya tak sampai menjadi konflik horizontal antar suporter Aremania sendiri.
’’Daripada ribut-ribut, harusnya dilihat hukumnya. Ya, kalau bisa jangan sampai ribut di tingkat suporter. Itu tidak boleh. Saya pikir, petinggi-petingginya, kalau mengerti masalahnya itu tidak masuk akal, ya tidak usah diteruskan. Ini pendapat saya sebagai orang netral,’’ pungkas Eko Handoko kepada Malang Post, kemarin. (bua)

0 komentar:

Posting Komentar